Rabu, 31 Oktober 2012

Dampak Pornografi Pada Anak & Remaja



Oleh:
Shohibul Faroji Azmatkhan
Dampak pornografi telah melahirkan beragam tindak kejahatan yang harus segera diatasi secara serius oleh berbagai pihak terkait. Terutama yang berdampak pada anak dan remaja. Dari hasil investigasi kami ke lapangan, dihasilkan data yang mengejutkan yaitu tahun 2012 ini terjadi tindakan pidana aborsi sekitar 9,9 juta kasus dan perkosaan meningkat 300 %. Bahkan data tindakan kejahatan seksual menempati urutan pertama mengalahkan tindakan narkoba.
Sekitar 80% pelaku kejahatan seksual mengaku melakukan perkosaan setelah menyaksikan VCD porno. Bahaya lain dari maraknya pornografi adalah menyangkut resiko gangguan kesehatan, psikologis, pendidikan, dan rontoknya berbagai nilai moral masyarakat.
Selama sekitar 14 tahun reformasi, Indonesia telah menjadi surga bagi pornografi. Pornografi sebagai penumpang gelap kebebasan pers yang didukung kemajuan teknologi produksi media.

Anak-anak dan remaja telah turut menjadi korban maraknya pornografi karena mereka mengkonsumsi materi pornografi antara lain melalui berbagai media. Jika dibiarkan pornografi bisa meracuni otak dan mental anak dengan daya adiktif yang tinggi serta mampu membangun mental mode yang pornografis secara permanen. Peredaran materi pornografi termasuk melalui media massa sebagai serbuan badai pornografi yang menerjang siapa saja, tanpa pandang status sosial, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan usia. Serbuan badai pornografi antara lain tersalur melalui media cetak, televisi, internet, film layar lebar, VCD, dan telepon seluler. Sebagai bukti bahaya pornografi tersebut adalah terkuaknya data ata dari American Demographic Magazine yang menyebutkan bahwa saat ini di internet tersedia tidak kurang dari 12,6 juta website porno yang 11% di antaranya pornografi anak dan 89% di antaranya berisi kekerasan seksual remaja melalui chat room. Sebuah survei Tahun 2012 ini di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Bali, Mataram, Kupang, Batam, Palembang, Padang, Medan, Pontianak, Menado, Makasar dan Papua menunjukkan bahwa media pornografi diakses siswa SD kelas IV, V, dan VI. Dari 4000 sampel siswa tersebut, mereka mengakses pornografi dari games (25%), komik (20%), film atau televisi (10%), situs internet (16%), VCD dan DVD (12%), telepon seluler (9%), majalah (6%), koran dan novel masing-masing 2%. Dampak maraknya pornografi ini terjadi karena lemahnya kebijakan pemerintah dalam memberhentikan peredaran pornografi.
Di seluruh dunia, bahkan di Amerika Serikat sekalipun ada undang-undang yang mengatur peredaran pornografi. Tetapi di Indonesia terkesan bebas, hanya Indonesia, Rusia dan Denmark yang tidak memiliki regulasi tentang pornografi,

Solusi yang harus diambil dalam penanganan bahaya pornografi adalah:
  1. Seharusnya seluruh komponen masyarakat sudah saatnya bergerak memerangi peredaran materi pornografi,
  2. Pihak Departemen Komunikasi dan Informasi sudah saatnya lebih bertindak nyata, memblokade berbagai situs pornografi di internet.
  3. Kepolisian seharusnya menutup tempat-tempat prostitusi dan hiburan malam,
  4. Orang tua perlu memboikot tayangan sinetron televisi yang berbau pornografi.
  5. Pihak sekolah harus lebih menyadarkan anak didiknya dari bahaya pornografi.
  6. DPR harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi yang sudah lama disiapkan.